• Icon Home White
  • Contact
  • Privacy Policy
  • About

Contoh Cerpen Pengalaman Pribadi


Kali ini I LIFE AGAIN akan posting tentang ceerpen. akhir akhir ini saya memang punya banyak waktu luang karna udah habis UAS dan gak ada pelajaran. hehe. langsung aja Checkitout...

HANYUT
Angin terus menerpa pepohonan. Cahaya sang surya menerobos di rimbunnya dedaunan, namun itu belum cukup untuk memberi penerangan di tempat ini, sungai Kontheng. Airnya sedikit keruh dan disini sepi sesungai. Walau tampak seram, Aku dan teman-temanku memberanikan diri untuk memancing disini, katanya ada banyak ikannya. Ferdi, anak yang paling jangkung diantara kami begitu bersemangat untuk memancing. Namun lain bagiku dan Fauzan, merinding dicampur takut terlihat di wajah kami. Sementara itu, Krisna, anak yang paling besar badannya terlihat begitu tenang. Lama sesungai umpan kami tak kunjung juga disambar ikan. Mungkin disini tak ada ikan karena ketakutan, pikirku. Ferdi yang awalnya bersemangat tampak putus asa. Kamipun memutuskan untuk berpindah tempat.
Akhirnya kami sampai ditempat yang diinginkan. Airnya jernih bak kolam renang, hanya bedanya ada arusnya. Namun sayang, keindahan panorama di air tak sebanding dengan yang di lereng. Lerengnya begitu curam, gelap, dan licin. Aku sangat berhati-hati dalam mencari tempat yang pas, jika terpeleset maka apalah yang terjadi aku tak bisa membayangkannya. Aku menemukan tempat yang sedikit aman, tanahnya tidak licin dan agak datar. Teman-temanku juga sudah memilih tempat yang dirasa cocok. Baru saja aku menjatuhkan umpanku, ada ikan menyambarnya. Akupun bahagia karena aku bisa menjadi yang pertama mendapatkan ikan.
Gimana bro. aku duluan to yang dapat ikannya. Hahaha.”,celotehku.
Jangan senang dulu, nanti juga putus tali pancingnya.”, Ferdi menyahut.
Eh. Yo jangan bilang gitu to.” Jawabku
Iya..iya. Bercanda doang.”
Namun benar saja, tali pancingku putus, akupun ditertawakan oleh sohib-sohibku. Aku merasa sedikit putus asa dan hanya melihat mereka asyik memancing dari atas. Teman-temanku-pun terlihat asyik memancing. Tak berselang lama mereka sudah mendapatkan banyak ikan. Walau aku hanya melihat, aku tetap merasa senang karena mendapat banyak ikan hasil pancingan. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah bendungan. Selama 30 menit kami hanya duduk-duduk sambil bergurau.
Bagaimana kalau sekarang kita maling tebu dan jagung, perutku sudah keroncongan nih.”, cetus Krisna.
Ayo, Gimana Syid, Di, Mau ndak?” Fauzan meyakinkan.
Yo’i.”, jawabku dan Ferdi hampir bersamaan.
Kamipun memulai ekspedisi mencari jagung dan tebu disawah orang alias maling. Tak apalah sesungai-sungai maling, toh hanya sedikit, pikirku. Kulihat persawahan yang penuh akan jagung di sebelah utara sedangkan tebu berada di sebelah selatannya. Kami dengan cekatan langsung mencari jagung dan tebu. Saat asyiknya memilah-milah tebu, tiba-tiba ada orang bercaping dan mulutnya ditutupi kain berjalan mendekati kami. Kami semua berpikir bahwa itu adalah pemilik sawah. Dengan cekatan aku dan teman-temanku langsung ambil langkah seribu cari tempat persembunyian. Ternyata siapa dia? Ia juga memetik tebu dan langsung memakannya. Parah banget orang itu, sudah tua masih saja maling, ejekku dalam hati. Setelah kami mengetahui bahwa itu bukan pemilik sawah kamipun melanjutkan aksi. Setelah mendapatkan tebu dan jagung yang diinginkan, kami kembali ke bendungan tadi. Beruntungnya, Fauzan membawa korek api, dan langsung membakar jagung ditempat sambil makan tebu yang manis.
***
Matahari semakin ke barat, kami memutuskan untuk pulang. Perasaan merindingku muncul lagi, aku harus menyeberang sungai Kontheng yang seram itu. Setelah sampai di sungai Kontheng, hanya terdengar suara arus air yang cukup deras dan burung berkicauan. Aku sangat berhati-hati menuruni lereng dan menyeberang ke sungai. Akhirnya aku, Ferdi, Fauzan bisa menyeberang walaupun aku tadi hampir saja terpeleset. Namun, Krisna lama sesungai. Ia masih asyik dengan jagung bakar yang ada digenggamannya. Tiba-tiba, Byyuuurrr. Sontak Aku, Fauzan, dan Ferdi kaget dan menoleh kebelakang, ternyata Krisna terpeleset jatuh ke air. Aku, Fauzan, dan Ferdi sangat cemas dan langsung mencoba menolongnya. Namun alam tak memihak aku dan teman-temanku. Medan yang licin dan berbatu memperlambat laju kami untuk menolong Krisna. Ia hanyut dibawa arus yang deras.
Aaa. Tolong Aku broo.!!!” Teriak Krisna minta tolong.
oke. Sabar. Banyak batu nih. Sulit”, Jawab Ferdi sambil berteriak dan mencoba melompati bebatuan. Namun sayang, Krisna terburu hanyut dan badannya terbentur bebatuan. Ia terlihat tak sadarkan diri. Beruntungnya Krisna terdampar di sebuah batu yang cukup besar. Aku, Ferdi, dan Fauzan segera menolongnya. Kami bertiga berusaha memapahnya walaupun tubuhnya amat berat. Akhirnya Krisna dapat ditolong dan dibawa ke tepi sungai. Ferdi mecoba membangunkannya dengan menggerak-gerakan tubuhnya Krisna. Alhasil, Krisna akhirnya terbangun.
Aduh. Kok sakit banget. Aku dimana ini?” Krisna seperti orang bingung.
Kamu hanyut tadi. Untungnya kamu nyangkut dan aku, Fauzan, Ferdi segera mengangkatmu kesini.” Tuturku.
Makanya kalau mau nyebrang sungai itu gak sambil makan, kalau bigini kan ngrepotin temenmu dan kamu sendiri to?.” Tutur Ferdi sok bijaksana.
Iya..iya. Ndak tak ulangi lagi.”
Sudah..sudah. Sekarang lebih baik kita pulang. Kris? Kamu bisa jalan sendiri kan??” Fauzan menambahkan.
Oke.” Jawab Krisna. Kami berempat pulang dengan perasaan senang dicampur deg-degan. Krisna berjalan dengan pincang karena kakinya terkilir. Sampai di desa, kami ditanya oleh pak RT.
Kenapa Kris, kok jalannya geal-geol gitu?”
Ini pincang Pak RT, kok geal-geol”
Lho kakimu sakit? Habis jatuh?”
Ini Pak RT, tadi kan kami mancing di sungai Kontheng. Pas mau nyebrang Krisna terpeleset dan jatuh.” Ceritaku pada Pak RT
Ooo. Tapi gak parah to?”
Nggak kok Pak, hanya kesleo.”Krisna menjelaskan.
Yasudah hati-hati jalannya, Bapak mau ke rumah Pak RW dulu.”
Siap Pak RT, mangga.” ucap kami hampir serentak.
Mangga.”

Kami melanjutkan perjalanan menuju kerumah Krisna. Sesampainya di rumah Krisna, kami ditanya oleh ibunya kenapa kok sampai seperti itu kejadiannya. Kamipun tak bisa lari dari kemarahan ibunya Krisna. Akhirnya kami dilarang mancing di sungai Kontheng lagi. Dua hari setelah kejadian, Krisna sudah sembuh, kami berempat bermain bersama lagi. Sampai akhirnya terlintas pikiran akan mancing lagi disana, aku sempat menolak. Namun, akhirnya kami pergi lagi kesana tanpa ada perasaan khawatir terjadi peristiwa yang sama pada 2 hari sebelumnya.

FeedLangganan Artikel Terbaru kami via Email

» Cek Email Anda untuk konfirmasi berlangganan

Share This Article
Your Comment :

Categories

Pengetahuan Umum (38) Software (14) Tips (14) game (12) WE9 (8) English Fun (5) Jawa (4) Antivirus (2) Lirik (2) Agama Islam (1)

Statistic


Check PageRank

Followers